Oleh: M Solahuddin (alumni Pesantren Lirboyo Kediri)

Jika kusebut nama Muhibbi Hamzawie –tepatnya KH. Muhammad Muhibbi bin Hamzawie (w. 2005), barangkali tak banyak yang mengenalnya. Lain halnya jika disebut Zainul Milal Bizawie, tentu tak sedikit yang kenal dengannya, minimal kenal lewat karya-karyanya. Ya, Milal adalah penulis produktif yang tulisan-tulisannya meneguhkan keberadaan Islam Nusantara di negeri ini. Misalnya, “Masterpiece Islam Nusantara: Sanad dan Jejaring Ulama-Santri (1830-1945)”. Buku yang ketebalannya lebih dari 550 halaman itu menguraikan hubungan guru-murid (genealogi intelektual atau sanad) dari para ulama Nusantara. Nah, Muhibbi Hamzawie tak lain adalah ayahanda dari Milal.

Muhibbi Hamzawie adalah pengasuh Pesantren al-Amin Kajen, salah satu dari sekitar 40-an pesantren yang tersebar di Desa Kajen, Kec. Margoyoso, Kab. Pati, Jawa Tengah. Ia adalah menantu dari KH. Baiedlowie Siradj (w. 1982), pendiri Yayasan Salafiyah Kajen. Di kampung itu terdapat makam seorang tokoh sufi falsafi Mbah Bolek atau Syaikh Ahmad Mutamakkin (w. 1740). Makam itu tak pernah sepi dari peziarah. Para kiai di Kajen adalah keturunan dari sang sufi itu, termasuk KH. Dr. (HC) M.A. Sahal Mahfudh (Rais Aam Syuriyah PBNU 1999-2014).

Adalah “Mu’jam al-Nahw” karya monumental Muhibbi Hamzawie dari sekitar 35 judul tulisannya. Di sampulnya tertulis “Mu’jam Nahw” tapi di pengantarnya disebutkan “Mu’jam al-Nahw” (pakai al-). Buku ini berbentuk nazm/manzhumah (puisi) dengan pola bahar rajaz. Isinya membahas nahwu-sharaf yang uturan babnya menyesuaikan urutan huruf Hijaiyah (alif-ba’-ta’, dst). Jadi, pembahasan-pembahasan nahwu-sharaf diurutkan sesuai alif-ba’-ta’, lalu disampaikan dalam bentuk nazham. Jumlahnya mencapai 8465 baris, delapan kali lipat dari Alfiyyah Ibn Malik yang “hanya” 1000 baris. Dapat dikatakan itu adalah kamus atau ensiklopedi nahwu-sharaf dalam bentuk nazham. “Mu’jam al-Nahw” dirampungkan penulisannya pada 21 September (Ailul) 1975.

Begini, sebutkan pembahasan dan persoalan yang ada dalam nahwu-sharaf, lalu urutkan berdasarkan alif-ba’-ta’, kemudian jelaskan dalam bentuk nazham (puisi) dengan mengikuti pola bahar rajaz. Nah, itulah yang dilakukan Muhibbi Hamzawie. Bahar atau prosodi adalah pola-pola untuk membentuk puisi dalam sastra Arab klasik karena sastra Arab modern terlepas dari aturan itu. Kebetulan, “Mu’jam al-Nahw” dan “Alfiyyah Ibn Malik” sama-sama menggunakan bahar rajaz.

Sependek pengetahuanku, “Mu’jam al-Nahw” itu adalah buku pertama di dunia tentang nahwu-sharaf berbentuk nazham dengan urutan bab sesuai huruf Hijaiyah. Tulisan sejenis namun dalam bentuk prosa (natsar) telah ditulis para pakar nahwu-sharaf, misalnya “Mughni al-Labib” karya Jamal al-Din Hisyam al-Anshari dan “Mausu’ah al-Nahw wa al-Sharf wa al-I’rab” karya Dr. Amil Badi’ Ya’qub.

Andaikan tulisan Muhibbi Hamzawie itu terbit atau tersebar di Timur Tengah, tentu akan menjadi “sesuatu bingits”…

One response

  1. Sangat berterima kasih atas informasinya yang sangat bermanfaat! Saya selalu menemukan berita terkini dan relevan di situs ini. By the way, jika Anda sering memendekkan tautan, saya sangat merekomendasikan menggunakan layanan V.af. Saya pribadi telah menggunakannya dan merasakan tingkat efisiensinya yang luar biasa. Selain itu, desainnya juga sangat menarik! Anda dapat mengunjungi V.af untuk informasi lebih lanjut. Kembali, terima kasih banyak untuk konten yang sangat berkualitas di situs ini!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *